Minggu, 02 Juni 2013

Leuit...Lumbung Padi Masyarakat Sunda


             
        Leuit atau dalam istilah umum disebut `lumbung' adalah bangunan tradisional yang diperuntukan untuk menyimpan padi hasil pertanian. Dengan demikian  leuit terdapat pada kebudayaan masyarakat agraris. Leuit adalah sebuah fenomena budaya yang memiliki kompleksitas cukup rumit. Ditilik dari wujud fisiknya, leuit hanyalah sebuah bangunan yang sangat sederhana, baik bentuk, bahan bangunan, maupun teknologi pembuatannya. Akan tetapi dibalik itu, ternyata terdapat seperangkat pranata sosial budaya serta konsep-konsep ideasional masyarakat pemiliknya yang mencerminkan bentuk masyarakat bagaimana yang diidamkan oleh masyarakat. Dengan kata lain dalam fenomena leuit tersirat sistem nilai budaya (cultural value sistem) masyarakatnya. Itu pula sebabnya kenapa fenomena leuit ini masih tetap bertahan dan dipertahankan oleh masyarakat pendukungnya hingga kini.
 Letak Leuit  Di Luar Perkampungan
       Menurut sejarahnya,  leuit sudah ada jauh sebelum sistem pertanian sawah dikenal di daerah Jawa Barat, yaitu ketika masyarakat Sunda masih menggunakan sistem pertanian huma (ladang).
Di kalangan masyarakat pedesaan khususnya masyarakat adat dan masyarakat kampung adat terdapatnya banyak leuit. Hampir setiap penduduk memiliki leuit. Keberadaan leuit menjadi bagian utama dari kehidupan mereka sebagai masyarakat petani.
      Pada umumnya keberadaan leuit pada komunitas adat, sangat berkaitan dengan sistem kepercayaan  mengenai mitos Dewi Sri atau Nyi Pohaci. Selain itu,  padi hasil panen tidak bisa langsung diolah menjadi beras (harus melalui suatu proses, seperti penjemuran, penumbukkan) sehingga diperlukan suatu tempat yang dapat menampung dengan baik dan aman.
       Pada masyarakat komunitas adat, padi yang disimpan di leuit menyebabkan leuit tidak hanya berfungsi sebagai “gudang” tempat penyimpanan padi melainkan menjadi suatu yang lebih penting dalam tahapan aktivitas pertanian mereka. Hal ini dapat dilihat dari adanya adat kebiasaan yang berkaitan dengan leuit. Kaidah adat selain sebagai suatu usaha untuk mempertahankan hubungan kekerabatan dengan para nenek moyang (karuhun), juga memperkuat hubungan antar sesama warga  dengan solidaritas kelompok yang terbina setia saat.
Letak Leuit agak Jauh dari Perkampungan 
       Bentuk bangunan leuit pada komunitas adat tidak terlepas dengan alam lingkungannya. Oleh karenanya,bangunan leuit ini hampir sama dengan bentuk rumah orang Sunda yang tinggal di pegunungan, yaitu panggung.  Bentuk bangunan panggung dimaksudkan padi yang berada di dalamnya agar tidak cepat basah/lembab karena adanya sirkulasi udara di bawah bangunan leuit, (kolong leuit) bisa menghangatkan melalui celah-celah dadampar. Selain itu, bentuk leuit yang panggung ini pada mulanya dimasudkan agar tidak diganggu oleh hewan liar,seperti bagong (sus vitasus).
            Bentuk atap leuit adalah salah satu bentuk atap susuhunan panjang yang biasa disebut dengan atap garuda ngupuk, yaitu pertemuan kedua belah atap kiri-kanan badan leuit menutupi lebih panjang rumah, sehingga ujung atap rendah dari tanah dan puncak atap membentuk sudut yang lancip. Atap leuit ini biasanya terbuat dari injuk atau kiray. Menurut Heinz Frick (1988), atap dari injuk mempunyai sifat sifat tahan terhadap air serta tahan lama sampai lebih kurang 10 tahun.
       Rangka dinding ruang penyimpanan untuk ke empat sisinya terdiri dari tiang tengah dan palang palang yang berfungsi untuk menempelkan bilik dari bagian dalam. Pemasangan bilik dilakukan dari bagian dalam dengan tujuan untuk menjadikan permukaan  ruang penyimpanan relatif rata.  Pada sisi tihang dan cangkok handap biasanya ditempel dengan palipit yang berfungsi memperkuat  bilik dari gangguan hama tikus.  Bentuk bangunan leuit yang menurut istilah lokal adalah bentuk sikat (seperti wadah) dan bentuk atap yang lancip menyebabkan air hujan yang jatuh tidak akan membasahi dinding leuit bagian bawah.
 
Bentuk Leuit seperti Sikat (Limas)
         Dadampar (lantai) yang merupakan bagian penyangga beban padi yang disimpan di leuit, mempunyai konstruksi rangka yang cukup kuat dan kokoh dengan pemasangan dua balok bantalan tengah memanjang dari depan ke belakang (pameot) serta dua balok  bantalan tengah yang memanjang dari kiri ke kanan (cangkok handap).  Selain itu, ditambah dengan dua buah balok bantalan yang berada di tengah- tengah (pananggeuy) yang diperkuat oleh dua buah batu (deudeul) di tengah-tengah panangeuy.   Dadampar (lantai leuit yang terbuat dari papan kayu) sebagai penutup lantai dipasang menumpang pada cangkok handap, pameot, dan pananggeuy memanjang dari depan ke belakang. Dipasang cukup rapat sehingga tidak terdapat celah di antaranya.
       Bagian terbawah leuit disangga dengan umpak untuk meneruskan beban bangunan leuit dan beban padi yang disimpan di leuit ke tanah. Selain itu, bagian umpak ini dimaksudkan agar  bagian tiang tidak bersentuhan dengan tanah sehingga tiang kayu tidak terkena rinyuh (hama kayu). Semua material bangunan leuit pada bagian ruang penyimpanan ini menggunakan kayu yang kemudian dipoles dengan kapur cikur yang dimaksudkan agar kayu tidak cepat rapuh oleh rinyuh (hama kayu).
          Fungsi utama leuit adalah tempat penyimpanan gabah (padi yang sudah kering). Namun demikian leuit yang kental dengan kehidupan masyarakat petani pedesaan memiliki fungsi lain, yaitu fungsi sosial, fungsi ritual, dan fungsi ekonomi.
       Fungsi sosial, leuit sangat berperan ketika  masyarakat mengalami masa paceklik atau kekurangan pangan. Saat itu leuit berperan dalam memenuhi katersediaan bahan pangan bagi masyarakat setempat. Warga yang kekurangan bisa meminjam kepada leuit adat, kelak setelah panen warga yang berutang akan mengembalikan padi pinjamannya ke leuit
Fungsi ritual, berkaitan dengan keberadaan leuit yang berperan dalam menjaga adat istiadat dalam konteks kebudayaan setempat. Misalnya, dalam kepercayaan setempat Dewi Sri atau Nyi Pohaci diyakini sebagai Dewi Padi yang harus disikapi dan diperlakukan secara istimewa.  
Fungsi ekonomi, leuit oleh masyarakat dijadikan tempat untuk menyimpan padi, adakalanya padi  dibiarkan sebagai tabungan. Setelah lebih dari satu tahun, padi kemudian dikeluarkan dan dijual. Hasilnya digunakan untuk berbegai keperluan yang mendesak dan sangat penting. (Diambil dari berbagai sumber).

2 komentar: